Demi Proyek, Oknum Kades dan Perusahaan di Sungai Laur Ketapang Caplok Tanah Warga

Header Menu


Demi Proyek, Oknum Kades dan Perusahaan di Sungai Laur Ketapang Caplok Tanah Warga

Wednesday, June 5, 2024

Pekerjaan proyek pembangunan pabrik kelapa sawit di wilayah Kecamatan Sungai Laur, Ketapang.

KETAPANG, artikelpublik.com
- PT. Sukses Unggul Palma (SUP) Non Kebun disebut melakukan perbuatan melawan hukum kepada warga masyarakat Desa Sinar Kuri dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Sungai Laur, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.


Pasalnya, perusahaan tersebut masuk dan menggarap tanah warga untuk pembangunan jalan milik perusahaan di dua wilayah desa tersebut tanpa melakukan sosialisasi dengan masyarakat setempat terlebih dahulu, melainkan tiba-tiba menggarap tanah warga untuk keperluan pembangunan akses jalan milik perusahaan.


Hal itu disampaikan Rusliyadi, SH dan Seselia Jurniati, SH, yang merupakan Kuasa Hukum warga pemilik tanah di dua desa tersebut.


Rusliyadi menyatakan, permasalahan tersebut bermula ketika masuknya proyek Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. SUP Non Kebun, yang berlokasi di wilayah Dusun Kalam, Desa Sinar Kuri dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Sungai Laur, Ketapang, yang kemudian mencaplok tanah warga dengan cara surat tanah dimanipulasi oleh oknum Kepala Desa (Kades) Sinar Kuri demi memuluskan proyek tersebut.


"Sebelumnya masyarakat pernah mempertanyakan dan meminta salinan bukti surat perjanjian jual beli sampai surat keterangan tanah kepada oknum Kades tersebut karena dari awal yang mengurus semuanya adalah Kades setempat namun sampai hari ini salinan itu tidak kunjung diberikan, dengan alasan bahwa dari Kades berkas itu sudah diserahkan kepada perusahaan PT. SUP," ujar Rusliyadi, menghubungi awak media ini, Kamis (06/06/2024).


Selain itu, lanjut Rusliyadi, masyarakat juga kerap diintimidasi dan dikriminalisasi dengan menggunakan aparat kepolisian. Masyarakat yang tidak mau menyerahkan lahan juga ada yang dilaporkan ke Polsek Sungai Laur dengan tuduhan penipuan dan pencemaran nama baik.


"Pada awalnya masyarakat meminta hak penggantian tanah mereka dihargai sebesar Rp100 ribu per meter persegi, namun dari perusahaan hanya membayarkan ganti rugi dengan harga yang mengalami kesenjangan yakni mulai dari ada yang dibayarkan Rp4 ribu per meter persegi, ada yang Rp14 ribu per meter persegi hingga ada pula yang Rp20 ribu per meter persegi.


Namun, yang anehnya lagi, tanam tumbuh di atas tanah warga tidak diganti.


"Masyarakat juga meminta penjelasan namun tidak pernah ditanggapi. Masyarakat sangat menyayangkan atas kesepakatan yang dibuat oleh oknum Kades bahwa setiap masyarakat yang telah menyerahkan tanahnya, tidak boleh melakukan aktivitas dalam bentuk apa pun. Sedangkan harapan masyarakat, dengan adanya PKS Non Kebun tersebut supaya masyarakat bisa juga mengunakan akses jalan itu untuk berkebun dan bertani. Masyarakat juga berharap dilibatkan dalam pekerjaan dan pembangunan PKS tersebut," tutur Rusliyadi.

Masyarakat pemilik tanah beserta Kuasa Hukum.

Dijelaskan Rusliyadi, atas masalah tersebut, masyarakat setempat berharap kasus yang menimpa mereka tersebut menjadi atensi Pj. Gubernur Kalimantan Barat, Kapolda Kalimantan Barat dan seluruh masyarakat Kalimantan Barat supaya tidak ada lagi oknum-oknum Kades maupun oknum perusahaan yang nakal seperti ini.


"Setelah mendapatkan kuasa secara khusus, kami selaku tim dari Kantor Hukum Rusliyadi, SH dan Partners langsung melakukan investigasi di lapangan dan kami menemukan fakta bahwa benar tanah masyarkat di Desa Sinar Kuri dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Sungai Laur ini sedang dibangun jalan untuk menuju pabrik dan lahan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit," terangnya.


Menurut Rusliyadi, terhadap tindakan yang dilakukan oleh PT. SUP Non Kebun itu, pihak masyarakat berulangkali meminta agar pihak perusahaan memenuhi kewajibannya untuk biaya ganti rugi lahan beserta tanam tumbuh yang ada di atas tanah tersebut.


"Sebagai Warga Negara Republik Indonesia yang beradat melalui kuasa hukumnya untuk mengawal permasalahan ini sampai tuntas. Semoga kasus pencaplokan tanah dan kriminalisasi terhadap warga ini bisa didengar dan menjadi perhatian Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat dan para instasi serta lembaga-lembaga yang peduli terhadap warga negaranya yang sangat membutuhkan keadilan," ungkap Rusliyadi.


Published: Noto Sujarwoto