![]() |
Kuasa Hukum OJ beserta para kerabat. |
LANDAK, artikelpublik.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat, tampaknya keliru dalam menetapkan OJ (inisial) sebagai tersangka dugaan korupsi pada kasus dana operasional pelaksanaan pelayanan tera.
Pasalnya, berdasarkan keterangan salah seorang kuasa hukum OJ yaitu D Kurnia, SH, menyatakan bahwa tidak ada bukti unsur kerugian terhadap keuangan negara, atas kasus tersebut karena beban atau biaya atau dana operasional pelaksanaan pelayanan tera dibebankan kepada para pemohon yakni kepada pemilik alat UTTP Terpasang.
Sebagaimana diketahui, OJ merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menjabat sebagai Kepala UPTD Metrologi Legal Kabupaten Landak. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Landak.
Diketahui pula, sidang praperadilan dengan pemohon OJ melawan termohon yakni Kejaksaan Negeri Landak itu telah memasuki kali ketiga, dengan agenda pembuktian di Pengadilan Negeri Ngabang, Kabupaten Landak, Rabu (25/6/2025) kemarin.
Dalam gugatan praperadilan tersebut, OJ didampingi dua kuasa hukumnya yakni D Kurnia, SH dan Sesilia Jurniati, SH.
D Kurnia mengatakan, langkah praperadilan tersebut merupakan hak hukum dan hak konstitusi, sebagai instrumen upaya hukum bagi pihak yang merasa dirugikan.
Ia menilai penetapan tersangka dan perintah penahanan dianggap tidak memenuhi syarat formil hukum acara pidana sehingga ia memandang perlu adanya upaya praperadilan sebagai perlindungan hak asasi terhadap proses hukum yang dinilai tidak adil.
“Dalam pokok perkara tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada PNS OJ ini adalah mengenai dana operasional pelaksanaan pelayanan tera. Padahal, sebagai beban memang dibebankan kepada para pemohon yakni pemilik alat UTTP Terpasang, sehingga tidak ada bukti unsur merugikan keuangan negara,” katanya.
Dijelaskan Kurnia, dari retribusi pelayanan tera pada UTTP Metrologi Legal Kabupaten Landak tersebut yaitu sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2021-2024. Ia mengatakan bahwa pada faktanya selalu penuhi target pemasukan kepada daerah di Kabupaten Landak.
“Tuduhan tindak pidana korupsi yang dialamatkan kepada PNS berinisial OJ ini tidak benar, karena tidak merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, pelayanan UTTP Terpasang pada UPT Metrologi Legal Kabupaten Landak itu berdasarkan regulasi, pelayanan pelaksanaan tera/tera ulang terhadap alat UTTP Terpasang ditanggung sendiri dan tidak dianggarkan biaya operasional dari Pemerintah Daerah Kabupaten Landak.
“Dalam perkara PNS OJ ini tidak ada kerugian keuangan negara, pasal yang dituduhkan oleh Jaksa Penyidik adalah pasal tentang gratifikasi atau suap,” terangnya.
Oleh sebab itu, seharusnya pemberi yakni (para saksi), dapat atau patut diduga berpotensi sebagai pelaku. Namun, sampai saat ini para pelaku usaha sebagai pemohon tera tidak juga dinaikkan statusnya di mana masih berstatus sebagai saksi.
Menurut Kurnia, penerapan hukum tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap PNS OJ oleh penegak hukum.
“Pada pelayanan pelaksanaan tera/tera ulang terhadap alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Terpasang pada lokasi tertentu/tertanam dalam kontruksi khusus, tersangka melaksanakan pelayanan publik tera tersebut sebagai perintah jabatan dan perintah peraturan perundang-undangan karena tersangka adalah pegawai yang berhak melaksanakan proses peneraan sebagaimana Surat Keputusan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia,” tutur Kurnia.
Adapun dalam sidang tersebut, Kurnia memaparkan bahwa dua orang saksi dari termohon Kejaksaan Negeri Landak, yaitu Jaksa Ricardo dan Erwin, di mana mereka tidak jelas menyebut unsur pasal mana yang diterapkan pada PNS OJ.
“Apakah sebagai tersangka suap atau gratifikasi, karena soal tindak pidana korupsi tidak ada bukti kerugian terhadap keuangan negara,” paparnya.
Ia pun kembali menjelaskan bahwa PNS OJ pertama kali dipanggil Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Landak sebagai saksi berdasarkan surat pemanggilan saksi Nomor: B-5127/O.1.19/Fd.2/12/2024, Tanggal 2 Desember 2024.
PNS OJ dimintai keterangannya sebagai saksi pada hari Kamis, 5 Desember 2024, di mana pemohon memenuhi panggilan dan telah dimintai keterangannya.
Panggilan kedua sebagai saksi berdasarkan surat panggilan saksi Nomor: B-1755/O.1.19/Fd.2/05/2025, pada 23 Mei 2025 juga dipenuhi OJ pada 27 Mei 2025, untuk dimintai keterangannya sebagai saksi.
“Sesaat setelah pemeriksaan terhadap pemohon sebagai saksi kedua kalinya sebagaimana diterangkan pada point 2 di atas, pada saat itu pemohon PNS OJ ditetapkan sebagai tersangka,” ulas Kurnia.
Menurut Kurnia, penetapan tersangka mestinya memenuhi minimal dua alat bukti sebagai syarat materil dan tanpa melalui proses pemeriksaan calon tersangka terhadap pemohon berdasarkan pertimbangan hukum Hakim Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Di mana, lanjut Kurnia kembali mengulas bahwa sebagai bukti tidak terpenuhinya tahapan hukum acara dapat dianggap sebagai kesalahan prosedural sebagai syarat formil dalam hukum acara pidana.
“Ini bisa dikategorikan bahwa tindakan Penyidik Kejaksaan Negeri Landak dalam menetapkan PNS OJ sebagai tersangka dan penetapan penahanan, merupakan tindakan tidak sah dan sewenang-wenang serta batal demi hukum,” ungkapnya. (Wot)